Belajar Hidup Bersahaja Dari H. Ato dan Hj. Halina

 


Untuk lebih memaknai hidup kita memang gak bisa diam di tempat, gak bisa hanya bertemu orang dan lingkungan yang sama. Mengenal almarhum H. Ato dan almarhumah Hj. Halina adalah salah satu hal yang perlu kami syukuri. Mereka adalah murid-murid suami saya, kakak beradik yang belajar tahsin sejak tahun 2012. Betapa bersahajanya kehidupan mereka. Bersahaja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sederhana, tidak berlebih-lebihan. Begitulah yang kami temukan pada sosok mereka. Mereka adalah sosok yang sederhana, rumahnya biasa saja, perabotan rumahnya biasa saja, pakaiannya biasa saja, tapi semangat beramal baiknya tidak biasa.

Ibu Hj. Halina meninggal dunia karena terserempet mobil truk proyek ketika baru saja pulang dari rumah anaknya untuk membantu memasak acara syukuran. Bu Hj. Halina punya usaha membuat dodol buah beraneka rasa. Tiap kali mengaji, Bu Hj. Halina selalu masak, selalu memuliakan siapa saja yang datang ke rumah atau ke kampungnya.

Sementara Pak H. Ato meninggal satu tahun kemudian, saat itu beliau hendak mengisi acara tahlilan dan terjatuh dari motor. Sore itu saat dapat kabar beliau sudah kritis, kami sempatkan menjenguk beliau. Benar saja, nafasnya sudah tersengal. Beberapa jam kemudian dapat kabar kalau beliau meninggal dunia. Usianya sudah sangat senja, lebih dari 80 tahun. Kegiatannya sehari2 menjadi pendakwah di desanya, mengisi ceramah dari satu tempat ke tempat lain.

Mereka selalu hadir dalam momen spesial kami. Jauh-jauh mereka hadir ke pernikahan kami, hadir juga saat kelahiran putra kami, dan pernah beberapa kali menjenguk saat suami sakit. Jauh-jauh dari Sumedang menyewa mobil untuk mengunjungi kami. Tak jarang kalau kami yang mengunjungi kesana, selalu dibawakan buah tangan. Dari mulai makanan sampai uang. Masya Allah.. Kehidupan mereka sederhana, tapi cara mereka memuliakan tamu dan memuliakan guru tidak lah sederhana.

Semangat belajar mereka, semangat mengaji mereka, bisa mengalahkan semangat anak muda.

Pernah suatu hari suami bertanya,
"Mau sampai kapan ngajinya Pak/Bu?"
"Sampai meninggal"

Benar tercapai cita-citanya, sampai ajalnya, tak pernah berhenti mengaji, tak pernah berhenti membaca Al-Quran.


0 komentar:

Post a Comment