![]() |
Taken by @aabism |
To the point aja.
Pendakian kali ini penuh drama. Drama
menyenangkan, menyedihkan, sekaligus menegangkan. Orang-orang yang nekat
mendaki Gunung Papandayan dalam waktu satu hari. Mereka adalah..
Nurul Rohimah. Mahasiswi semester 6 yang hobi
makan tapi cita-citanya diet. Mojang Lembang yang punya nama hits ‘Nurul Uyuy
Cemiill’ ini soulmate aku naik gunung. Walau punya postur tubuh mungil, tapi nyekil
kalau udah mendaki dan mengendarai motor.
Siti Aminah. Mojang Garut yang akrab dipanggil
Ami ini rasanya gak pernah absen dalam setiap pendakian. Ibu guru cantik nan
baik hati yang hobi bilang ‘ayam’ kalau ada sesuatu yang mengejutkan. Ayam,
ayam!
Dela Afrilia. Wanita kelahiran tahun 1995 ini
baru dua kali ikut pendakian. Qodarullah nya, setiap ikut selalu hujan
dan melewati jalur naudzubillah. Sampai dia bilang, “Kenapa setiap aku
ikut selalu hujan, apakah aku penyebab hujan?” Backsound lagu ‘Apa Salahku.’
Muhammad Irfan Fahmi. Pak Ketua PETA (Pendaki
Taqwa) yang paling ngerti segala hal tentang pendakian. Paling mau (berkorban)
maksain buat anggotanya. Mahasiswa bergolongan darah O ini selalu mengaku
dirinya ganteng. Peace.
Bisma Darma Kurnia. Penulis buku ‘Jejak Hikmah
Khatulistiwa’ yang hobi bikin quotes kece di instagramnya, follow @aabism.
Selalu siap kalau ditunjuk jadi leader atau sweeper pendakian.
Bener gak, Wa?
Sopian Hadi. Soulmatenya Bisma yang kalem, baik
hati, dan tidak sombong. Calm and always stay cool. Cie. Mahasiswa
semester 4 yang merantau dari Pulau Lombok ke Pulau Jawa. Suatu saat, bawa kita
ke Rinjani ya?
Muhammad Ridwanullah. Mahasiswa tingkat akhir
yang mungkin paling dewasa diantara kita semua dan selalu inisiatif jadi seksi
dokumentasi. Setiap akhir pendakian kita pasti nagih di grup, “Kang Ridwan mana
fotonya, upload fotonya.”
Aku. Aku mah apa atuh, hanya blogger yang
hobinya menuliskan setiap moment perjalanan kita.
Sejujurnya galau ikut pendakian ini. Pertama, karena
tektok takutnya gak kuat. Kedua, izin orangtua karena harus mengendarai motor
Bandung-Garut. Ketiga, musim hujan banyak resiko. Dan masih ada kebimbangan
lain yang gak bisa aku sebutkan. Setelah menilai, menimbang, dan memutuskan akhirnya
berangkat juga. Bismillah.
BANDUNG – POM BENSIN TANJUNG
Seperti biasa kami berkumpul di Masjid At-Taqwa
KPAD untuk cek perlengkapan dan lain-lain. Waktu sudah menunjukan puku 20.00
malam, tapi Bandung masih diguyur hujan. Sempat terjadi diskusi kalau pemberangkatan
akan diundur sampai tengah malam nanti. Tapi melihat semangat kami yang udah
gak sabar pingin sampai Garut akhirnya berangkat juga hujan-hujanan. Eh, pakai
jas hujan pastinya.
![]() |
Di pelataran Mesjid At-Taqwa KPAD, pinjem fotonya @aabism |
“Teh Uyuy tolong liatin petunjuk jalan ya, aku
kurang jelas kalau malam-malam begini.” Gini nih kalau punya mata minus sekian
dan silindris sekian. Alhamdulillah masih bisa pakai (kebeli) kacamata.
“Oke siap Teh.”
Delapan orang dengan empat motor berangkat
menuju Garut. Perjalanan sempat macet dibeberapa titik dan sempat berhenti
beberapa kali untuk menyegarkan badan. Lancar jaya, jalanan lengang, walau
sedikit menegangkan dibeberapa tempat.
“Di daerah sini tuh kata sodara aku bla bla
bla.” Kata Uyuy sedikit horror.
“Gas terus Teh jangan berhenti.”
Uyuy udah jadi remote control aku selama
perjalanan. Bandung-Garut jauh banget dear ternyata. Kapok deh gak lagi
bawa motor.
“Pokoknya sampai Tanjung mau beli nasi goreng.”
Sejak dari Bandung Uyuy udah nyebut-nyebut nama nasi goreng.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam
sampai juga di Pom Bensin Tanjung. Kita sudah berencana untuk istirahat (tidur)
disini dan melanjutkan perjalanan jam 03.30 pagi. Jangan bayangin kita tidur di
Pom Bensin ya, kita tidur di pelataran masjid yang ada di dalam SPBU.
Berselimutkan sleeping bag, beralaskan jas hujan, beratapkan langit
(atap masjid). Tapi aku mah pules aja sih tidurnya. Hihi.
Karena perut yang sudah tidak bisa diajak
kompromi, sebelum tidur makan dulu. Judulnya makan dini hari, bukan makan
malam. Untungnya ada tukang nasi goreng yang masih buka se-larut ini. Keinginan
Uyuy tercapai. Yeay!
POM BENSIN TANJUNG – CISURUPAN – BASECAMP
PAPANDAYAN
Udara yang mulai mendingin membangunkan kami
pukul 03.00. Semakin banyak pendaki yang istirahat disini. Mungkin diantara
mereka ada yang mau ke Guntur atau Cikuray. Terlihat juga mobil truk yang
mengangkut carrier dan pendaki-pendaki diatasnya. Tepat pukul 03.30 kami
melanjutkan perjalanan menuju basecamp Papandayan.
![]() |
Tidur di pelataran Mesjid Pom Bensin Tanjung |
Menjelang subuh udara masih dingin dan jalan
masih sepi. Sempat bingung dengan jalurnya karena banyak belokan. Eh belokannya
cuma dua sih sebetulnya, kanan dan kiri. Haha. Akhirnya pakai gmaps dan
tanya-tanya ke warga yang udah melek subuh-subuh begini.
Tiba di Mesjid Besar Cisurupan tepat pukul
04.30, kami memutuskan untuk sholat subuh terlebih dahulu. Udah banyak pendaki
yang nongkrong disini dengan carrier warna-warni nan besar. Kita mah cuma bawa
daypack, karena gak akan camping jadi isi tas nya makanan semua.
Setelah sarapan dan cek perlengkapan, melanjutkan perjalanan menuju basecamp
Papandayan. Jalurnya seru, viewnya bagus, udaranya seger banget. Ditengah
perjalanan pakai acara berhenti dan foto dengan background Gunung Cikuray. Belum
puas foto-foto, kami melanjutkan perjalanan sampai ke tempat pembelian tiket.
Udah banyak yang antri disana. As usual, biaya dan lain-lain akan saya
cantumkan diakhir postingan ya.
![]() |
Mesjid Cisurupan |
![]() |
Foto dulu dengan background Gunung Cikuray |
BASECAMP PAPANDAYAN – TANJAKAN SETAN – PONDOK
SALADAH
Kesan pertama ketika motor mendarat di parkiran
Papandayan adalah, “Tempat wisata ini mah.” Banyak tukang jualan, pemuda-pemudi
gaul kekinian, pokoknya udah mirip Tempat Wisata Gunung Tangkuban Perahu.
Sebelum memulai pendakian, kami melakukan pendataan di basecamp Gunung
Papandayan sekaligus titip helm.
![]() |
Parkir dan basecamp Papandayan |
![]() |
Cekrek lagi sebelum mendaki, abaikan dua orang yang melintas dibelakang |
Aroma kawah sudah bisa dirasakan sejak pendakian
dimulai karena titik awal pendakian ada dalam ketinggian +- 1800 mdpl. Jalurnya
didominasi oleh batu-batuan berwarna putih, krem, dan coklat. Baru beberapa
menit melangkah, kita disuguhkan pemandangan luar biasa disebelah kiri.
Sillhoute Gunung Cikuray, Galunggung, dan Guntur terlihat jelas darisini. Mata
dimanjain banget sama lukisan-lukisan Tuhan yang luar biasa dan maha sempurna.
Pinginnya sih berlama-lama, tapi kalau kebanyakan foto kapan sampainya?
Akhirnya kita berhenti foto-foto dan melanjutkan pendakian.
Aroma kawah semakin pekat saat kami melewati
Kawah Papandayan. Baunya menyengat, asapnya mengepul, terdengar juga suara air
mendidih. Jadi kalau melewati kawah jangan lupa pakai masker biar gak sesak
napas. Disini, sejauh mata memandang yang terlihat hanya bukit-bukit batu
dengan berbagai macam ukuran dan bentuk. Tidak ada pohon-pohon seperti gunung
pada umumnya. Tebing-tebing tinggi bekas letusan puluhan tahun silam membuat
Gunung ini terlihat indah. Aku jadi teringat Cappadocia yang memiliki material
mirip seperti ini. Jadi pingin balik lagi ke Cappadocia! Heu.
![]() |
This like Cappadocia |
Saatnya melwati tanjakan setan!
Entah, apa memang benar namanya tanjakan setan.
Yang jelas aku tidak melihat makhluk-makhluk halus berkeliaran disini. Haha.
Yang ada hanya jalur dengan kemiringan 60-70 derajat yang membuat napas
ngos-ngosan dan jantung berdetak lebih cepat. Sebetulnya ada alternatif lain,
tapi harus mengitari bukit dan cukup jauh. Tanjakan setan ini bisa memangkas
waktu 20-30 menit. Lumayan kan.
Sebelum menuju Pondok Saladah, kita berhenti
disebuah pos untuk pendataan dan ‘pungutan’, gak di tarif cukup bayar seridhonya.
Mungkin untuk jasa kebersihan atau keamanan wallahua’lam. Yang jelas
dari pos ini hanya tinggal 10 sampai 15 menit menuju Pondok Saladah.
Pondok Saladah adalah tempat yang pas untuk
berkemah. Selain memiliki spot yang luas, sumber airnya juga banyak. Ada toilet
kapsul dan mushola. Gak ketinggalan warung-warung juga berdiri dengan kokoh di Pondok
Saladah. Asli, ini mah tempat piknik. Pokoknya aman kemah disini karena segala
fasilitas sudah tersedia. Jangan takut kehabisan makanan, kalau warung yang
satu habis atau tutup masih ada warung-warung lain saking banyaknya. Dan banyak yang jual cilok. Nyaman
kalau yang kemah nya sedikit, kalau banyak bisa gak kebagian tempat.
![]() |
Banyak warung dan tukang cilok |
![]() |
Camp area Pondok Saladah |
TANJAKAN MAMANG – TEGAL ALUN
Kami sempat berdiskusi antara melanjutkan ke
tegal alun atau langsung turun melewati hutan mati. Atas kesepakatan bersama
kami memutuskan ke tegal alun terlebih dahulu. Sayang banget kan udah ke
Papandayan tapi gak ke tegal alun yang banyak edelweiss nya itu. Sekitar pukul
11.00 kami melanjutkan pendakian menuju tegal alun.
Jalur pertama melewati hutan mati yang ngehits
dan instagramble banget. Pohon-pohon gundul tanpa daun dengan batang-batang berwarna
hitam akibat letusan puluhan tahun silam membuat hutan mati terlihat mempesona.
Menurut sejarahnya, Gunung Papandayan sudah meletus sebanyak 4 kali. Letusan
tersebut terjadi pada 12 Agustus 1772, 11 Maret 1923, 15 Agustus 1942, dan 11
November 2002 dengan letusan paling besar terjadi pada tahun 1772. Letusan
terbesar itulah yang mengakibatkan 2957 orang meninggal, 40 desa hancur, dan
daerah sekitarnya tertutup karena longsor.
Diawal pendakian aku sempat bilang, “Papandayan
itu gunung yang cocok buat pemula.” Tapi setelah melewati tanjakan mamang,
rasanya aku ingin mencabut semua kata-kata itu. Iya cocok buat pemula dari
basecamp sampai pondok saladah. Saat melewati tanjakan mamang kamu pasti akan
bilang jalur ini sungguh gak manusiawi. Perlu merangkak sesekali panjat tebing
karena kemiringan gunung antara 70-90 derajat. Kaki sampai gemetar saat
berbalik ke belakang. Brrrrr tinggi banget! Tapi semua terbayar dengan
lukisan-Nya yang maha sempurna. Masya Allah.
![]() |
Tanjakan mamang |
![]() |
Masih tanjakan mamang |
Drama dimulai!
Setelah melewati tanjakan mamang, aku, Uyuy, dan
Kang Irfan terpisah dengan kelima teman yang lain yaitu Dela, Ami, Kang Bisma,
Kang Sopian, dan Kang Ridwan. Padahal jarak antara kami gak terlalu jauh, hanya
beberapa langkah saja. Jalan yang bercabang membuat kami kebingungan harus
melewati jalur yang mana. Aku, Uyuy, dan Kang Irfan ke kanan. Sedangkan kelima
teman yang lain ke kiri.
Beberapa menit berjalan kami bertiga mulai sadar
kalau terpisah dari rombongan. Aku mencoba memanggil kelima teman kami tapi
tidak ada yang menyahut. Mungkin mereka masih dibelakang. Masih santai berjalan
sampai akhirnya kang Irfan merasakan sesuatu yang berbeda dengan jalur ini.
“Kok jauh banget ya Tegal Alun nya, waktu saya
kesini rasanya gak sejauh ini. Setelah tanjakan mamang hanya jalan sebentar
langsung sampai ke Tegal Alun.” Begitu kira-kira.
Aku dan Uyuy sih ngikut aja sampai akhirnya kami
bertemu dengan rombongan lain yang juga sedang mencari dimana keberadaan Tegal
Alun.
“Kang mau ke Tegal Alun ya? Kalau udah ketemu
nanti kasih tau ya soalnya teman kita masih ada yang dibelakang. Teriak aja.”
Setelah menunggu beberapa menit salah seorang
dari rombongan tadi berteriak. Tapi kelima teman kami belum juga terlihat
batang hidungnya.
“Ah iya betul berarti kesini jalannya.”
Kita bertiga masih asyik melewati jalur menurun
dengan pohon-pohon yang menutupi langit-langit. Sampai akhirnya bertemu dengan
pohon-pohon edelweiss khas tegal Alun dan rombongan tadi.
“Eh kayaknya bukan ini deh, sebentar saya liat
dulu jalurnya kesana.”
Kang Irfan berjalan mencari jalur ke Tegal Alun.
Sementara aku, Uyuy, dan rombongan tadi diam ditempat sambil terus teriak
memanggil kelima teman yang terpisah.
“Teh, coba panggil lagi temennya. Siapa tau ada
yang nyahut.” Kata salah seorang dari rombongan itu.
“Dela..”
“Ami..”
Mereka mengikuti teriakan aku dan Uyuy. Itulah
serunya main di gunung, jiwa-jiwa kebersamaan dan SKSD nya muncul kalau kondisi
lagi begini, padahal gak saling kenal. Gak lama kemudian ada rombongan lain
yang juga sama-sama lgi cari Tegal Alun. Kang Irfan balik lagi.
Aku coba telepon salah satu dari kelima temanku
tapi gak nyambung. Sinyal gak nyampe dear, beda sama di Guntur yang
sinyalnya masih kenceng sampai puncak. Akhirnya kita memutuskan untuk balik
lagi ke jalur bercabang tadi. Karena seharusnya kita belok ke kiri, bukan ke
kanan.
Setelah kita telusuri lebih jauh (sebetulnya Kang
Irfan sih yang nyari tau mah) lewat jalur ini pun bisa nyambung ke Tegal Alun,
tapi jadi lebih jauh. Tegal Alun itu luas katanya, lebih luas dari Tegal
Panjang. Sekarang aku baru ngerti, akses menuju Tegal Alun itu banyak. Dan kita
bukan nyasar, hanya masuk ke area Tegal Alun yang jarang dikunjungi. Misteri
terpecahkan, haha.
Sementara inilah drama yang terjadi pada kelima
teman kami. Dikutip dari http://bismamuslim.wordpress.com.
“Kang, dari mana?” Tanya kami kepada kelompok pendaki lain.
“Dari Tasik.” Jawab salah satu dari mereka.
“Eeh, bukan itu maksudnya, Kang. Tadi dari jalur mana? Dan sekarang mau ke mana?” Tanya kami lagi kepada mereka.
“Oh. Tadi kami tersesat. Salah jalan. Dan ke sini jalur Tegal Alun, kan?”
“Hah, hmm.. berarti tempat yang tadi itu benar Tegal Alun ya. Dan yang tersesat itu bukan kita, tapi mereka.” Ujar saya lega.
Diantara kami ada yang bertanya, “terus akang lihat yang bertiga diantara kami ke sana ga? Soalnya tadi terpisah.”
“Oh iya. Ada, sekarang mereka juga sedang menuju ke sini. Tunggu aja.”
“Oh gitu, ok sip kalo gitu.” Jawab kami.
BERTEMU KEMBALI – TEGAL ALUN – HUTAN MATI -
BASECAMP PAPANDAYAN
“Kayaknya mereka berlima udah sampai deh ke
Tegal Alun.”
“Iya kayaknya mereka udah sampai duluan.” Kata
Uyuy.
Tiba dijalur bercabang tadi, kita ambil jalur
sebelah kiri. Gak lama setelah itu KITA BERDELAPAN BERTEMU KEMBALI. Cie.
“Kalian darimana?” Kata Kang Ridwan.
“Salah jalur, kalian udah sampe Tegal Alun ya?” Aku,
Uyuy, dan Kang Irfan masih lempeng diatas kepanikan mereka berlima.
“Udah, malah kita udah balik lagi.” Kata Ami.
“Kita udah panik tau, dikira kita berlima yang
nyasar padahal bener. Aku udah gak semangat turun gunung kalau gak ketemu
kalian.” Kata Dela dengan segudang kepanikan diwajahnya.
Kalau gak pakai drama terpisah, kita pasti udah
perjalanan turun gunung sekarang. Sementara kelima teman kami beristirahat,
makan siang, dan sholat, aku, Uyuy, dan Kang Irfan melanjutkan perjalanan
menuju Tegal Alun. Jalur menuju Tegal
Alun cukup gelap, pohon-pohonnya tinggi dan rapat.
Sepuluh menit kemudian kita bertiga sampai di
Tegal Alun. Sudah ada rombongan yang tadi bersama-sama kami disana. Inilah
Tegal Alun dengan pohon-pohon edelweiss yang gak bosan dipandang mata. Ada juga
danau kecil yang membuat Tegal Alun terlihat lebih manis. Ah, itu bukan danau.
Hanya genangan air yang luas jadi terlihat seperti danau. Kalau musim kemarau
gak akan terlihat genangan air ini.
![]() |
Ini nih jalur yang membuat kita terpisah hihi |
![]() |
Hutan mati sebelum hujan |
![]() |
Tegal Alun |
Setelah puas menikmati keindahan Tegal Alun,
kita bertiga kembali ke tempat kelima teman kami beristirahat. Kita semua
saling cerita dan ketawa-ketawa sendiri mengingat drama ‘perpisahan’
sebelumnya. Kalau pas di Pondok Saladah kita memutuskan langsung turun ke hutan
mati, pasti gak akan terjadi drama ‘perpisahan’ ini. Kalau kita bertiga
jalannya gak duluan, pasti bakal ke Tegal Alun bareng-bareng. Dan cerita-cerita
lainnya yang membuat moment ini gak akan terlupakan.
Berharap saat turun gunung gak hujan karena
kebayang ribetnya kayak gimana. Tapi takdir berkata lain. Rintik-rintik hujan
mulai turun membasahi Garut dan sekitarnya saat kami masih berada diatas.
MELEWATI TANJAKAN MAMANG LAGI. Eh, turunan mamang karena sekarang kita mau
turun.
Sekarang aku jalan di belakang, kedua dari
belakang tepatnya. Karena dibelakang aku masih ada Kang Sopian. Menuruni
tanjakan mamang ini bukan hal yang mudah. Gak boleh salah fokus, kalau salah
fokus bisa kepeleset. Makin lama hujannya makin deras, harus ekstra hati-hati menuruninya.
IYA INI COCOK BANGET BUAT PEMULA. Inget kata-kata itu lagi dan rasanya ingin
nelen air mentah-mentah. Pakai acara keram kaki ditengah-tengah jalur dengan
kemiringan 80 derajat.
Rencana foto ala-ala instagram di hutan mati
batal sudah dikarenakan hujan deras yang kayaknya gak akan berhenti sampai
nanti malam. Rasanya udah gak mood foto-foto juga dan ingin cepat-cepat
sampai parkiran. Kami turun lewat hutan mati yang terlihat lebih mempesona
kalau hujan-hujan gini.
Jalur yang sudah seperti aliran sungai dan
didominasi oleh bebatuan membuat aku sulit melangkah awalnya. Setelah nemu
ritme dan pijakan yang enak akhirnya bisa turun sendiri tanpa dibantu Kang Sopian.
Heu. Suara geludug dan angin yang kencang menemani perjalanan menuruni Gunung
Papandayan ini.
Eh, ditengah perjalanan ketemu sama ibu-ibu super.
Turun gunung dengan mudah tanpa beban sedikit pun di wajahnya. Cepat banget,
parah. Kita anak-anak mudah kalah cepat sama si ibu. Malah ibu itu sempet ngasih
tau pijakan yang benar.
“Lewat sini Neng, nah kesitu Neng.”
Memang super banget deh, salut. Mungkin si ibu
udah punya jam terbang yang panjang untuk mendaki Papandayan ini, jadi udah
biasa aja naik turun gunung.
Setelah lama berjalan dan melewati jalur awal
yaitu kawah Papandayan, kami sampai di basecamp sekitar pukul 16.30. Pendakian
sudah berakhir, namun cerita belum berakhir sebelum kami tiba di rumah
masing-masing.
![]() |
Porter Papandayan, taken by @aabism |
![]() |
Taken by @aabism |
PERJALANAN PULANG MENUJU BANDUNG
Kami kembali ke Mesjid Cisurupan untuk
bersih-bersih dan istirahat. Tapi kedua teman kami, Kang Irfan dan Dela
menghilang begitu saja. Sampai adzan maghrib berkumandang belum juga sampai,
sementara kami ber-enam udah bersih-bersih dan melaksanakan sholat maghrib. Apa
mereka balik duluan ke Bandung gitu? Gak lama kemudian mereka memberi kabar,
ternyata ban motor Kang Irfan bocor dan diangkut pakai mobil ke tempat tambal
ban. Ada-ada aja ya, Wa?
Hujan masih mengguyur wilayah Garut dan
sekitarnya. Awalnya kami mau istirahat semalam di Mesjid ini, tapi warga gak
membolehkan ada wanita yang bermalam disini. Akhirnya nekat pulang dengan
kondisi capek, lelah, ngantuk, dan hujan deras.
Drama ini belum selesai sampai kami bertemu dengan
banjir setinggi paha orang dewasa di Rancaekek. Pantes macetnya panjang banget
ternyata banjir. KNALPOT KERENDAM, MESIN MATI, SEPATU PALID, MALEM-MALEM DORONG
MOTOR. Lengkap sudah perjalanan kali ini.
![]() |
View khas Papandayan |
![]() |
In frame : Dela Afrilia |
![]() |
Pondok Saladah |
![]() |
No caption |
Sungguh perjalanan yang mengesankan. Bukan
karena hujan, karena banjir, apalagi karena tanjakan mamang. Tapi karena Dia titipkan
pengalaman ini dan memberikan hikmah setelahnya.
Selamat memetik hikmah, Kawan! Karena untuk apa
mendaki gunung kalau tidak menambah ketaatan pada-Nya?
--
Where
Gunung Papandayan, Kecamatan Cisurupan, Garut, Jawa Barat
Admission Fee (Sumber: www.papandayan.info)
Harga Tiket Masuk Pengunjung Kemping :
Senin - Jumat 10.000 IDR
Sabtu - Minggu / Weekend 12.500 IDR
Harga Tiket Masuk Pengunjung biasa :
Senin - Jumat 5.000 IDR
Sabtu - Minggu / Weekend 7.500 IDR
Sabtu - Minggu / Weekend 7.500 IDR
Harga Tiket Masuk Pengunjung WNA /
Warga Negara Asing :
Senin - Jumat 100.000 IDR
Sabtu - Minggu / Weekend 150.000 IDR
Harga Tiket Kendaraan roda 2 :
Senin - Jumat 5.000 IDR
Sabtu - Minggu / Weekend 7.500 IDR
Harga Tiket Kendaraan roda 4 :
Senin - Jumat 10.000 IDR
Sabtu - Minggu / Weekend 15.000 IDR
Harga Tiket Kendaraan roda 6 atau lebih :
Senin - Jumat 50.000 IDR
Sabtu - Minggu / Weekend 70.000 IDR
Sebetulnya pungutan di pos 2 memang sudah sejak lama ada, itu pos relawanan yang bertugas mengevakuasi jika terjadi apa-apa. Sedangkan pungutan yang ramai dibicarakan adalah pungutan di basecamp berupa parkir kendaraan roda 2 sebesar Rp10.000 dan roda 4 sebesar Rp25.000, juga uang kebersihan sebesar Rp3.000 per orang.
ReplyDeleteseru liat foto-fotonya apalagi liat tanjakan mamang..itu serem banget... apa gak takut roknya kesangkut..hi2
ReplyDeletejd pengen naik gunung lagi
ReplyDeleteaku lho belum ke papandayan, kapan yak ke sana, katanya bisa bawa motor sampe atas ya
ReplyDeletewah asyik bgt bisa menjejakkan kaki ke atas gunung. keren :)
ReplyDeletePendakian yang penuh perjuangan ^^
ReplyDeleteBtw aku pnasaran sama hutan mati, denger namanya kok agak ngeri ya
Pucuk-pucuk, wih asik banget tuh mbak naik-naik ke pucuk gunungnya, saya belum pernah tuh mbak mendaki ke gunung papandayan itu ...
ReplyDeletedari dulu gak jadi terus mau nyoba papandayan.. semoga tahun ini bisa
ReplyDeleteTeteh follback my blog :D || Foto-fotonya bagussss :D
ReplyDelete