Notes From Turkey [Part 4] : Salam Dari Konya

Konya, Turkey

Bayang-bayang Pamukkale masih memenuhi isi kepala. Saya benar-benar takjub dengan undukan bukit putih yang menyerupai salju itu. Tiga jam rasanya tidak cukup untuk menjelajahi seluruh sudut Pamukkale. Kami tidak sempat menuju pemandian air panas karena langit sudah mulai gelap, itu tandanya tempat ini sudah mau tutup. Sayang sekali hanya beberapa jam disini karena besok pagi sudah harus berangkat menuju Konya.

Seperti hari-hari sebelumnya, kami menunggu di lobby hotel untuk dibagikan nomor kamar oleh Bu Erny, kepala rombongan kami hehe. Selama tour saya satu kamar dengan Mba Evi. Mba Evi adalah marketing di salah satu Travel Haji & Umroh di Jakarta, sudah berkeluarga dan punya dua orang anak. Keluarganya tidak ikut diboyong kesini karena satu dan lain hal.

“Bongkar koper lagi, nanti pagi packing lagi. Terus aja begini sampe hari terakhir,” kata Mba Evi sambil mengambil baju tidur.
“Haha iya sampe bosen ya Mba bongkar-bongkarnya,” begitu sampai di hotel saya langsung selonjoran merebahkan badan.
“Siapa dulu nih yang mau mandi?,” meski sudah tahu jawabannya, Mba Evi tetap menawarkan.
“Mba dulu deh hehe.”

Saya menyalakan tv supaya tidak sepi dan menutup tirai kamar hotel yang masih terbuka. Saya sudah mulai terbiasa mendengar percakapan orang-orang Turki dengan logat khas mereka. Dari perjalanan beberapa hari ini dan acara-acara tv yang saya lihat kalau sedang di hotel. Walaupun sampai sekarang saya belum juga mengerti bahasa Turki selain kata-kata dasar dan yang sering diucapkan saja. Bahasa Turki cukup menarik bagi saya karena memiliki aksara yang sama dengan Indonesia, hanya beberapa huruf saja yang sedikit berbeda. Tidak seperti bahasa Korea, Jepang, atau Cina yang aksaranya saja susah ditulis dan dihafal.

Pagi-pagi sekali kami sudah bergerak menuju Konya melalui Ozkan. Suhu masih bertahan di satu derajat. Saya begitu menanti-nantikan salju, tapi kata Nadriye salju akan turun di puncak musim dingin, kalau ini masih pergantian musim jadi salju hanya bisa dilihat di tempat tertentu saja. Semoga salju turun di Cappadocia, katanya.

 
Di depan pintu masuk ruang utama Mevlana Museum
 Memasuki kota Konya, kami diberi penjelasan tentang Kota Konya dan beberapa tempat bersejarah disana. Selain dinobatkan sebagai tata kota terbaik di dunia, Konya juga disebut dengan kota cinta. Konya ini mendapat julukan kota cinta, karena disini pusatnya ajaran cinta nan suci para hamba Allah yang bersih jiwanya, seperti sang sufi Maulana Jalaluddin Rumi, Shams Tebrizi, Nasrudin Hoja, dan lain sebagainya. Dan ini adalah kota yang romantis, kalau musim semi tiba bunga mawar dan tulip bermekaran disini. Tapi bagi saya Izmir tetap lebih romantis. Ah, Izmir benar-benar membuat saya jatuh cinta.

Tujuan kami adalah Mevlana Jalaluddin Rumi Museum. Menara Mevlana begitu mempesona dari kejauhan dengan gaya arsitektur khas Turki dan salah satu menaranya yang berwarna hijau. Disini kami harus menggunakan audio tour guide karena situasi yang ramai, tempat yang cukup luas, dan suara hembusan angin yang tidak memungkinkan Nadriye untuk menjelaskan dengan volume pelan. Akhirnya masing-masing kami memakai audio tour guide, kurang lebih bentuknya seperti mp4. Setelah terpasang dengan baik dan audio kami jelas menangkap suara Nadriye, kami langsung menuju pintu masuk Mevlana Museum.

"Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka, maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan. Begitulan caranya.
Jika engkau hanya mampu merangkak, maka merangkaklah kepada-Nya.
Jika engkau belum mampu berdo'a dengan khusyuk, maka tetaplah perembahkan do'amu yang kering, munafik, dan tanpa keyakinan, karena Tuhan, dengan rahmat-Nya akan tetap menerima air mata palsumu.
Jika engkau masih mempunyai seratus keraguan mengenai Tuhan, maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja. Begitulah caranya.

Wahai pejalan!
Biarpun  telah seratus kali engkau ingkar janji, ayuhlah datang, dan datanglah lagi.
Karena Tuhan telah berfirman: 'Ketika engkau melambung ke angkasa ataupun terpuruk kedalam jurang, ingatlah kepada-Ku, karena akulah jalan itu.'" -Jalaluddin Rumi

Syair Rumi selalu mampu merengkuh jiwa yang merindukan pertemuan dengan-Nya. Makna dari setiap katanya mengajak untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta. Meski hidup berabad-abad lalu, karyanya masih hidup hingga detik ini.

Memasuki museum kami harus menggunakan pembungkus sepatu yang terbuat dari plastik, tujuannya untuk menjaga kebersihan area museum. Kami juga tidak diperbolehkan mengambil gambar di bagian dalam museum karena didalamnya terdapat makam Jalaluddin Rumi dan keluarganya, serta benda-benda peninggalan Rumi. Nadriye menjelaskan satu per satu benda yang ada disana. Satu hal yang menarik bagi saya adalah tarian sufi. Gerakan tarian sufi cukup sederhana. Penari berputar melawan arah jarum jam. Kaki kiri sebagai poros putaran dan kaki kanan yang melakukan putarannya. Sedangkan gerakan tangan hanya mengarahkan telapak tangan kanan ke atas dan tangan kiri menghadap ke bawah.

Tarian sufi
Setiap gerakan memiliki makna tersendiri, salah satunya adalah gerakan tangan. Tangan kanan yang menghadap ke atas memiliki makna bahwa sang penari mendapatkan hidayah dari Allah, kemudian tangan kiri yang menghadap ke bawah memiliki makna menyebarkan hidayah yang telah diterima. Ini menyimbolkan adanya hubungan yang baik antara makhluk dengan Sang Khalik dan hubungan antara makhluk dengan makhluk lainnya.

Bersama anak SMP, cantik ya hehe
Menuju pintu keluar museum ada tempat untuk sholat, katanya setiap pengunjung yang datang kesini selalu sholat dua rakaat sebagai bentuk keberkahan. Kami tidak sempat untuk sholat karena tempatnya penuh, jadi langsung menuju bangunan-bangunan yang ada disekitar museum. Dalam bangunan-bangunan itu disimpan pakaian-pakaian, alat-alat musik, senjata, dan replika orang-orang sufi.

Hampir tiga jam kami berkeliling Mevlana Museum dan ada hal yang tidak bisa dilupakan.. yaitu ketika kami (orang-orang Indonesia) berfoto menggunakan tongsis, rasanya benda itu cukup asing disana, karena tiba-tiba saja kami menjadi pusat perhatian hihi.

Saya suka cara orang-orang Turki berkomunikasi dengan orang-orang yang baru mereka kenal. Saya suka dengan keramahan mereka, karena sejauh ini saya belum menemukan hal yang tidak mengenakan dari perlakuan mereka. Meskipun seringkali kami kesulitan dalam bahasa, tapi mereka sangat mengerti. Selanjutnya, kami akan singgah sebentar di Caravansarai dan menetap di Cappadocia selama dua hari.

Inilah akhir perjalanan di kota cinta
Salam cinta dari Konya, untuk jiwa yang merindukan pertemuan dengan-Nya
Salam cinta dari Konya, semerekah bunga tulip yang bertebaran diatasnya
Salam cinta dari Konya, untukmu yang jauh disana
to be continued...

0 komentar:

Post a Comment