Ibu Profesional, Sekolahnya Para Ibu

Source : Pinterest (Edit By Tia)

Termometer menunjukkan angka 38 derajat celcius. Sejak kemarin Rashid menempel pada saya, tidak mau dipegang siapa-siapa. Frekuensi menyusui menjadi lebih sering dari biasanya, bisa setengah jam sekali. Efeknya saya tidak bisa mengerjakan pekerjaan domestik seperti biasanya, hingga saya tidak sempat menyiapkan pakaian untuk suami sebelum berangkat kerja.

"Ayah, bajunya belum Bunda siapin." Masih sambil menyusui Rashid.
"Iya gak apa-apa Bun."

Srettttt. Bruggg.

Tumpukan pakaian yang rapi seketika menjadi berantakan. Suami menarik baju yang di simpan di bagian tengah hingga tumpukan diatasnya berantakan. Saya spontan marah-marah.

"Ayah, kalau ambil baju pelan-pelan. Kan udah rapi semua."

Saya uring-uringan karena meyetrika adalah pekerjaan domestik yang paling tidak saya sukai. Perlu niat dan mood yang luar biasa untuk menyelesaikan perkerjaan satu ini bagi saya.

"Iya maaf Bun." Sambil merapikan kembali tumpukan baju yang berantakan.

Saat suami berangkat kerja, saya masih cemberut. Padahal tumpukan baju di lemari sudah rapi kembali. Suami sudah minta maaf. Tapi tetap saja rasa kesal itu masih ada.

Siang harinya, saya membaca materi Matrikulasi Sesi 6 yang sudah di posting Fasilitator sejak tadi pagi. Materi sesi 6 kali ini berjudul: IBU MANAJER KELUARGA HANDAL.

Apapun ranah bekerja yang ibu pilih, memerlukan satu syarat yang sama, yaitu kita harus "SELESAI" dengan management rumah tangga kita, kita harus merasakan rumah kita itu lebih nyaman dibandingkan aktivitas dimanapun. Sehingga Anda yang memilih sebagai ibu yang bekerja di ranah domestik, akan lebih profesional mengerjakan pekerjaan di rumah bersama anak-anak. Anda yang memilih sebagai ibu yang bekerja di ranah publik,  tidak akan menjadikan bekerja di publik itu sebagai pelarian ketidakmampuan kita di rumah.
Mari kita tanyakan pada diri sendiri, apakah motivasi kita bekerja di rumah atau di publik?1. ASAL KERJA. Maka yang terjadi akan mengalami tingkat kejenuhan yang tinggi. Anda menganggap pekerjaan ini sebagai beban.2. KOMPETISI. Maka yang terjadi Anda stress, tidak suka melihat keluarga lain sukses.3. PANGGILAN HATI. Maka yang terjadi Anda akan sangat bergairah tahap demi tahap pekerjaan yang ada. Setiap kali selesai satu tugas, akan mengerjakan tugas berikutnya, tanpa mengeluh.

Seperti roket yang melesat cepat masuk kedalam hati dan pikiran saya. Materi kali ini langsung membuat saya mengingat kejadian tadi pagi. Saya langsung melempari banyak pertanyaan pada diri sendiri.

Kenapa harus langsung marah? Kenapa harus uring-uringan? Kenapa harus merasa tidak dihargai? Kan tinggal diberesin lagi. Kan sekecil apapun peran istri di rumah bernilai pahala. Kan saya sendiri yang memilih jadi ibu yang bekerja di ranah domestik.

Apa yang saya lalukan selama ini ternyata hanya ASAL KERJA belum sampai pada tahap PANGGILAN HATI. Astaghfirullah.. Drama hari itu ditutup dengan sebuah pesan permintaan maaf yang saya kirim melalui whatsapp kepada suami.

Itu hanyalah satu dari sekian banyak episode tentang bagaimana Ibu Profesional berperan sebagai sekolah dalam kehidupan saya. Selalu ada saja jleb moment antara materi perkuliahan dengan kejadian yang saya alami sehari-hari. Ilmu-ilmu seperti itu belum pernah saya dapatkan di bangku sekolah dan di bangku kuliah.

Ah, ternyata saya belum benar-benar selesai mengurusi diri saya sendiri. Bagaimana saya bisa mengurus rumah tangga kalau hal kecil seperti itu pun belum mampu saya urus dengan baik.

Ibu Profesional menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat. Untuk saat ini mungkin saya masih berada pada tahap pembenahan individu. Saya masih memiliki banyak PR dalam manajemen emosi, manajemen waktu, manajemen gadget, manajemen keuangan, dan manajemen kerumahtanggaan lainnya.

Semoga apa yang sedang saya upayakan terhadap pembenahan diri saya bisa berdampak positif untuk keluarga kecil saya. Dan semoga kedepannya berdampak untuk keluarga besar serta masyarakat pada umumnya. Karena saya yakin, tidak ada langkah besar tanpa langkah kecil. Tidak akan ada perubahan besar tanpa perubahan-perubahan kecil.

Sambil membenahi diri, sambil terus FOKUS pada aktivitas yang saya SUKA dan BISA. Dimana mata saya berbinar-binar ketika melakukannya, tanpa beban, tanpa harap balasan. Saya baru benar-benar paham dengan yang namanya passion setelah saya mengikuti kelas Matrikulasi. Dimana passion ini yang mengantarkan para Ibu menjadi lebih produktif, menjadi lebih bermanfaat untuk keluarga dan orang-orang disekitarnya.

Saya yakin, teman-teman yang menjadi pengurus di Ibu Profesional, teman-teman yang mendirikan Kelompok Belajar & Rumah Belajar Ibu Profesional adalah mereka yang sudah mampu me-manage diri dan keluarganya, sehingga mereka bisa menebar manfaat dan kebaikan untuk orang banyak. Seperti apa yang dikatakan oleh Ibu Septi Peni, "Bersungguh-sungguhlah kamu di dalam, maka kamu akan keluar dengan kesungguhan itu." Karena itu saya masih perlu berada di Ibu Profesional untuk meningkatkan kualitas hidup saya, agar saya bisa menjadi manusia yang lebih bermanfaat nantinya.

Sebelumnya, saya belum pernah menemukan sekolah yang berfokus pada urusan kerumahtanggaan. Sekolah yang begitu peduli pada upgrading potensi seorang perempuan untuk menemukan misi spesifik hidupnnya. Dan saya menemukannya di Institut Ibu Profesional.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Sayembara Menulis dengan tema "Ibu Profesional Nurturing Family" yang diselenggarakan oleh Ibu Profesional Asia dalam rangka 1st Anniversary Ibu Profesional Asia.

3 comments:

  1. Teh Tia tulisannya masya Allah 😘😍 jadi kangen masa2 matriks di Bandung 4..

    ReplyDelete
  2. Keren tulisannya teh. Beruntung sekali ya belajar di IIP teh. Komunitas yang gue banget 😊

    ReplyDelete