Sedikit
catatan kajian Majelis Ta'lim Sahabat Al-Quran pada hari Ahad/28
Oktober 2018 lalu di Mesjid Istiqomah, dengan narasumber Ustadz Adriano
Rusfi, P.Si. dan Istri Walikota Bandung, Ibu Siti Muntamah, S.Ap.
Sebelumnya,
maafkan karena saya hanya sempat menyimak materi yang disampaikan oleh
Ustadz Adriano Rusfi. Sementara saat kajian Ibu Walikota kurang fokus
karena anak mulai sulit dikondisikan, khawatir mengganggu jamaah di
dalam jadi saya keluar area mesjid :) Padahal pingin banget nyimak Ibu
Walikota karena yang saya tau putri-putri Bapak dan Ibu walikota itu
penghapal Al-Quran semua :) Semoga ada kesempatan di lain waktu.
Fenomena
remaja 'kriminal' rasanya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dari
mulai perkelahian, pencurian, sampai kasus tindakan seksual yang membuat
kita mengelus dada. Mereka seolah menjadi tak tersentuh hukum, karena
hukum hanya mengenal usia 0-18 tahun sebagai anak-anak, dan 18 tahun
keatas sebagai dewasa.
Dapatkah mereka disebut anak-anak jika telah mampu melakukan tindakan kriminal? Mereka belum AQIL, namun fitrahnya sudah BALIGH. Dan disinilah masalahnya ketika aqil dan baligh tidak hadir secara bersamaan.
Siapakah remaja?
- Baru ada sejak akhir abad 19
- Muncul sejak revolusi industri dan sekolah
- Bukan anak tapi belum dewasa
- Anak baru gede
- Terjadi secara masif dan global kecuali di masyarakat terbelakang dan terasing
- Mendapatkan pembenaran ilmiah, sosial, bahkan keagamaan
Seluruh
literatur psikologi abad ke-19 tidak mengenal masa remaja, karena masa
remaja adalah produk abad ke-20 dimana telah lahir generasi dewasa fisik
(baligh), namun tidak dewasa mental (aqil). Islam tidak mengenal
istilah remaja. Islam membagi perkembangan manusia kedalam pra aqil-baligh dan aqil baligh.
Aqil :
- Dewasa mental
- Pengaruh pendidikan
- Berkembangnya akal
- Fungsi tanggung jawab
- Mandiri
- Peran ayah dan ibu
Baligh :
- Dewasa fisik
- Pengaruh nutrisi
- Berkembangnya nafsu
- Fungsi reproduksi
- Life and death instinc
- Peran ibu dan ayah
Lalu apakah semua ini harus kita terima begitu saja sebagai dinamika perubahan zaman? Jawabannya, tidak! Kita harus mendidik anak-anak kita menjadi pemuda aqil-baligh yang sepenuhnya dewasa.
Apa yang harus kita lakukan?
Mengembalikan peran Ayah
- Man of vision and mission
- Penanggung jawab
- Konsultan pendidikan
- Sang ego dan individualitas
- Pembangun sistem berpikir
- Penegak profesionalisme
- Supplier maskulinitas
- The person of "tega"
Mengembalikan peran Bunda
- Pelaksana harian pendidikan
- Person of love and sincerity
- Pemilik moralitas dan nurasni
- Supplier feminitas
- Pembangun hati dan rasa
- Berbasis pengorbanan
- Sang pembasuh luka
Bagaimana agar aqil dan baligh bisa hadir bersamaan?
- Serahkan amanah dan tanggung jawab, gunakan pendekatan consequential learning.
-
Ajarkan mereka mencari nafkah. Saat baligh anak-anak kita harus
"menghidupi dirinya sendiri", mereka tidak lagi dipenuhi permintaannta
100% namun diajak untuk memikirkan solusi.
- Ajarkan mereka untuk berorganisasi, dimulai berorganisasi dari dalam rumah.
Anak kita tidak selemah yang dibayangkan.
Anak kita tidak selemah yang dibayangkan.
0 komentar:
Post a Comment