Review Buku Don't Be Angre Mom, Mendidik Anak Tanpa Marah


Marah adalah sesuatu yang wajar, manusiawi, dan merupakan salah satu emosi dasar. Yang menjadi masalah adalah ketika emosi dasar (dalam hal ini marah) diekspresikan dengan cara yang kurang tepat. Berbagai karakter dan kematangan emosional orangtua akan memengaruhi bagaimana ekspresi marah disampaikan. Ada yang sangat mudah marah dan ada orang-orang yang jarang sekali marah. Beberapa orang sadar kemarahan mereka dan tahu bagaimana mengontrol dan menghadapinya. Sebaliknya, ada orang lain yang gagal untuk mengenali tanda-tanda kemarahan dan menemukan dirinya dalam situasi tidak nyaman dan sering tidak menyenangkan.

Marah boleh tapi gemar marah-marah jelas tidak boleh. Seringkali orangtua marah terhadap hal-hal sepele yang pada hakikatnya wajar dilakukan oleh anak seusianya, misal menumpahkan susu, keras kepala, tidak mau membereskan mainan, rumah selalu berantakan, makan berceceran, dan mengompol. Nah, marah seperti ini yang tidak boleh.

Orangtua yang bijak hanya akan marah kalau benar-benar diperlukan. Ia tahu kapan harus mengekspresikan kemarahannya dengan batasan substensi yang dimarahkan. Biasanya setelah marah orang in didera rasa menyesal dan kasihan pada orang yang dimarahinyadan kebanyakan dari mereka segera membuat rekonsisliasi, misalnya menghibur dan meminta maaf pada yang tadi dimarahi.

Berbeda dengan si pemarah alias orangtua yang gemar marah-marah. Segala sesuatu, entah benar atau salah, dapat menjadi sumber amarah. Misal suami marah karena ada masalah di kantor, lalu melampiaskan amarah pada istri di rumah, istri tidak bisa membalasnya lalu melampiaskan pada anaknya, dan seterusnya. Inilah rantai energi negatif dan amarah yang tak berkesudahan dan menimbulkan dampak buruk bagi banyak aspek kehidupan.

Sekarang pertanyaannya setelah kita mengekspresikan marah tersebut, apakah tujuan kita tercapai? Misalnya anak menjadi penurut, anak menghentikan aktivitasnya, atau bahkan sebaliknya anak justru melanjutkan aktivitasnya, dan menjadi pembangkang atau bahkan menjadi ikut-ikutan marah?

kalau pesan dan tujuan kita tetap tidak tersampaikan saat marah, sia-sia saja yang kita lakukan. Berapa banyak energi yang orangtua keluarkan dan buang percuma? Berapa banyak uangkapan kasar yang sudah membuat anak terluka? Berapa banyak bentakan bahkan pukulan yang menancap di memori hatinya? Oleh karena itu marah harus disalurkan dengan cara yanng tepat.

0 komentar:

Post a Comment