Sembuh Total Dari TB: Kenali Gejala, Penyebab, dan Pengobatan Tuberkulosis (Bagian 1)


Tahun 2016 adalah tahun yang cukup berat bagi saya, karena saya harus menjalani pengobatan selama kurang lebih 9 bulan. Lama banget? Ya, saya terkena Tuberkulosis (TB) saat itu. Salah satu penyakit yang angka kematiannya cukup tinggi di Indonesia.

Tuberkulosis menempati urutan ke-4 sebagai salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Sedangkan menurut data dunia, setiap 18 detik diperkirakan 1 orang meninggal dunia akibat TB atau sekitar 1,7 juta orang tiap tahunnya (Sumber: Balitbangkes Kemenkes, 2014).

Awalnya saya batuk berdahak lebih dari 3 minggu. Segala usaha saya lakukan untuk mengobati batuk karena sangat mengganggu aktivitas. Saya juga sering mengeluh sakit bagian diafragma karena batuk yang cukup berat.

Ikhtiar pakai obat apotek, herbal, dan berakhir dengan resep dokter. Tapi gak ada satu pun yang membuahkan hasil. Akhirnya dokter menyarankan saya untuk rontgen, karena ciri-ciri yang saya rasakan mengarah pada tuberkulosis. Awalnya gak percaya saat dokter mengatakan ini, "Khawatirnya TB, jadi saya buat surat rujukan saja untuk rontgen dan cek dahak (BTA) ya. Supaya bisa dipastikan."

Rontgen dan cek BTA segera saya lakukan dan hasilnya keluar satu hari kemudian. Esok harinya, Mama menemani saya menuju rumah sakit untuk bertemu dokter spesialis paru. Ternyata banyak banget pasiennya. Saya harus menunggu kurang lebih 2 jam untuk dapat giliran berobat.

Momen yang menegangkan bagi saya ketika menyerahkan hasil rontgen dan hasil BTA pada dokter. Dokter menerawang hasil rontgen, membaca hasil laboratorium, kemudian menatap saya sambil bertanya.

"Di rumah atau di lingkungan tempat tinggal ada yang sedang pengobatan TB tidak?"

"Gak ada dokter." Mama menjawab.

"Bisa dilihat ya ini ada flek dan BTA nya positif +2."

"Jadi bagaimana dokter?" Tanya mama yang belum paham dengan penjelasan medis dokter.

"Jadi harus pengobatan 6 bulan ya."

Tiba-tiba keluar air dari ujung-ujung mata saya.

"Jangan khawatir. Kuncinya tak putus pengobatannya. Banyak makan makanan yang bergizi, terutama protein dan karbohidrat." Sepertinya dokter menangkap kekhawatiran dari raut wajah dan mata saya.

"Ada pantangan makanan tidak dok?" Mama bertanya.

"Sejauh ini tidak ada Bu. Saya jelaskan sedikit ya. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. TB pada umumnya mempengaruhi paru-paru. TB menular melalui udara di dalam ruangan yang membuat bakterinya dapat bertahan lama, lewat air liur penderita.

Gejala-gejala yang timbul biasanya batuk berdahak lebih dari 2 minggu, penurunan berat badan, berkeringat di malam hari, demam."

"Iya saya suka keringetan kalau malam dok."

"Usahakan ruangan memiliki ventilasi yang cukup. Tidak lembab. Oh ya, sekarang sedang kerja atau kuliah?"

"Kerja sambil kuliah dokter."

"Usahakan pakai masker setiap hari ya, kecuali saat tidur dan mandi saja. Pisahkan alat mandi dan alat makan dari anggota keluarga yang lain."

Saya masih terdiam tidak merespon penjelasan dokter. Mama yang banyak bertanya saat itu.

"Kontrol berat badan, harus naik terus. Nanti penggunaan obatnya dijelaskan sama perawat ya."

"Iya dokter." Hanya kata itu yang keluar dari mulut saya.

Kemudian saya menuju meja perawat sambil memberikan kertas resep yang ditulis dokter selama berobat tadi.

"Hmm positif +2, ini pakai maskernya." Perawat memberikan selembar masker antiseptik untuk saya pakai.

"Nanti tebus obatnya di apotek ya. Obatnya kaplet warna merah. Diminum setiap hari sebelum sarapan. Sekali minum 4 kaplet. Biasanya sarapan jam berapa?"

"Jam 6 sebelum berangkat kerja."

"Kalau begitu minum jam 5.30. Gak boleh kelewat. Kalau kelewat harus ulang lagi dari awal. Oh ya, nanti air seni nya berubah jadi warna merah jadi jangan kaget kalau pas buang air kecil ya."

"Iya Bu"

"Ini resepnya untuk 2 minggu dulu, nanti kembali lagi kesini setelah 2 minggu. Harus disiplin. Mudah-mudahan cepat sembuh ya."

"Aamiin, makasih Bu."

Saya berjalan dengan langkah yang masih berat menuju apotek. Mama masih terus menenangkan saya dan mencoba meyakinkan saya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Sampai di rumah saya mencoba menenangkan diri. Saya benar-benar bingung dan belum bisa menerima kalau harus minum obat setiap hari selama 6 bulan. Masih terus memikirkan apa hikmah dibalik semua kejadian ini.

0 komentar:

Post a Comment