Antara Novel dan Film #BTDLA

Bulan Terbelah Di Langit Amerika adalah lanjutan dari perjalanan Hanum dan Rangga dalam kisah 99 Cahaya di Langit Eropa. Ini bukan tentang fenomena alam, melainkan tentang misi dua orang hamba yang ingin menunjukan bahwa islam adalah rahmatan lil ‘alamiin. Sebagian orang yang belum membaca novelnya mengira ini adalah film sains tentang bulan yang terbelah. Padahal bukan samasekali.

Meskipun sudah menamatkan novelnya, aku tetap pensaran dengan film BTDLA. Poster dan trailernya di share dimana-mana dengan kalimat pamungkas ‘Would the world be better without islam?’

Peristiwa 9/11 menjadi jantung dalam cerita BTDLA, dimana islam dicurigai sebagai dalang dibalik peristiwa hancurnya gedung tertinggi di Amerika itu. Wajah terorisme seketika saja menyelimuti jiwa orang-orang muslim. Di Negeri Manhattan, islam begitu asing dan hilang keindahannya. Keluarga korban peristiwa 9/11 berbondong-bondong berdemo melarang pembangunan Masjid, wanita-wanita berhijab dipandang sebelah mata, seakan hilang kebanggaan identitas sebagai muslim.
 
Bagian-bagian yang hilang dalam film BTDLA yang menurutku sangat sayang tidak diangkat ke permukaan adalah kisah dramatis perpisahan Hanum dan Rangga di Ground Zero. Lalu kisah tentang ibunda Azima Husein yang mengidap penyakit alzhaimer. Tentang bagaimana sikap Azima Husein memperlakukan ibundanya yang berbeda keyakinan, ia benar-benar mencerminkan akhlakul karimah sebagai seorang muslim. Dan masih banyak bagian lain yang tiba-tiba muncul di film tapi tidak ada dalam novelnya.

Aku tidak bisa mengatakan mana yang lebih bagus antara novel dengan filmnya, yang pasti aku menyukai keduanya. Namun menurutku film BTDLA terkesan terburu-buru, padahal kalau dibuat sekuel seperti 99 Cahaya di Langit Eropa akan lebih seru. Banyak bagian yang dibuang, banyak jalan cerita yang berubah, sehingga aku merasa filmnya hanya mengadopsi 50% dari novelnya. Sebagai pembaca, aku sampai tidak bisa membedakan yang mana kisah fiksi dan non-fiksinya. Semua dikemas begitu cantik dalam novel BTDLA.

Tapi bagaimanapun film garapan sutradara Rizal Mantovani ini berhasil menyampaikan pesan yang sama dengan apa yang ditulis oleh Hanum dan Rangga dalam novel BTDLA. Kalau dunia tanpa islam adalah kehampaan. Kalau jawaban dari pertanyaan ‘Would the world be better without islam?' adalah TIDAK.

Aku sangat mengapresiasi dengan adanya film semacam ini. Hanum dan Rangga ingin mengajak kita untuk senantiasa berbuat baik karena islam tidak pernah mengajarkan keburukan. Islam adalah agama yang sempurna, hanya manusianya yang tidak sempurna.

10 comments:

  1. Aku belum baca novel ini. Kayanya mesti beli nih. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayo-ayo beli jangan nonton filmnya dulu sebelum baca bukunya :D

      Delete
  2. Ini lagi ngrampungin novelnya. Nontonnya nanti lah kalo novelnya udah kelar. Krn pasti filmnya beda jauh. Biasanya kan emang gitu

    ReplyDelete
  3. aku belum baca, tumpukan novel masih menunggu, ini pasti rame ya, keburu nonton duluan nih nantinya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan.. jangan nonton filmnya dulu sebelum baca novelnya hehe

      Delete
  4. novelnya kok menurutku nih yaaa, kurang ngalir ya mbak?
    Kayak mirip reportase gitu

    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya itu lebih ke cerita pengalaman penulis jadi kesannya kayak reportase, tapi seru kok.

      Delete
  5. hmm, aq malah gak nonton filmya mba tia.. suka kuciwa , soale feel nya beda :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak memang sedikit kecewa, tapi aku mah penasaran jadi nonton juga.

      Delete