Memulung Semangat Pemulung

Setiap manusia memiliki takdir yang berbeda. Ada yang lahir dari keturunan serba kecukupan, ada juga yang lahir dari keluarga "bisa makan saja sudah alhamdulillah." Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan seorang Bapak yang sudah senja dari segi usia. Sambil membawa satu buah karung dengan ukuran yang cukup besar di pundaknya, Bapak itu mengambil satu per satu botol sisa minuman dari tempat sampah yang berada di salah satu taman umum di Bandung.
Sumber : Google
Saya berniat membuang botol minuman yang sudah habis, lalu Bapak itu tiba-tiba menghampiri..
"Buat saya aja Neng botolnya", sambil tersenyum.
"Oh iya ini Pak", saya menyodorkan botol minum itu kepada Si Bapak.
"Pulang kuliah ya Neng?", tiba-tiba Bapak itu memulai percakapan.
"Oh engga Pak, saya pulang kerja ada perlu sebentar kesini", jawab saya sambil terus memperhatikan Bapak yang masih mengorek-ngorek tempat sampah.
"Anak saya juga sedang kuliah, di –Si Bapak menyebutkan nama universitasnya- sekarang udah semester 3"
"Oh gitu Pak, alhamdulillah. Bapak tinggal dimana?", ujar saya sok kenal.
"Bapak tinggal di daerah -menyebutkan daerahnya-. Anak bapak empat, yang paling besar yang sedang kuliah, adik-adiknya masih pada sekolah juga Neng."
"Paling kecil umur berapa tahun Pak?", tanya saya yang mulai tertarik dengan percakapan ini.
"Paling kecil baru masuk SD kelas 1 Neng. Ya Alhamdulillah pada bisa sekolah. Bapak mah apa aja Neng dikerjain biar anak-anak bisa sekolah selama masih dikasih sehat sama Gusti Allah."
"Iya Pak insyaa Allah kerja mah apa aja ya Pak asalkan halal, rezeki ga akan ketuker ya Pak."
"Leres pisan Neng."

Seketika saya terenyuh, diluar sana banyak yang memilih menjadi seorang pengangguran dan mereka mengatakan itu adalah nasib. Padahal bagi saya penganguran itu pilihan, bukan nasib. Buktinya Bapak itu, selama masih dikasih sehat dan akal, apa saja mau dikerjakan demi menghidupi keluarga. Banyak pemuda yang semangatnya kalah dengan si Bapak. Saya sendiri malu yang terkadang masih suka kendor semangatnya. Terkadang kita terjebak dengan pikiran yang kita buat sendiri, yang pada akhirnya menyalahkan takdir. Padahal kita adalah makhluk yang diberi akal dan pikiran, kita bisa berusaha sekuat tenaga untuk terus memperbaiki kehidupan.

0 komentar:

Post a Comment